Minggu, 22 Desember 2013

22 Desember "Hari Ibu"



Hari ini adalah “Hari Ibu” yang diperingati setiap tanggal 22 Desember. “Hari Ibu”; sebuah peringatan untuk menunjukkan penghormatan paling tinggi kita kepada kaum ibu atau perempuan. Karena demikian spesialnya kedudukan seorang ibu dibanding yang lain, maka tidak kita temui hari Ayah. Ibu adalah poros utama dalam siklus kehidupan dan peradaban manusia.

Hari Ibu lahir dari sebuah Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres tersebut diilhami dari perjuangan para pahlawan perempuan Indonesia seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said, dan lain-lain.

Sampai akhirnya tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu baru pada 1938, saat Kongres III. Pada awalnya, Hari Ibu digunakan sebagai ‘alat perjuangan’ dalam upaya perbaikan kualitas kaum ibu sebagai tiang negara dan bangsa.

Dalam Islam, tanpa mengenal hari tertentu, mewajibkan setiap anak selalu mengistimewakan seorang Ibu. Mungkin kita tidak pernah menyadari, begitu banyak yang telah dilakukan seorang Ibu. Ibu mengandung kita selama 9 bulan 10 hari, jihad berjuang melawan rasa sakit ketika melahirkan, mengesampingkan waktu istirahatnya untuk menyusui, juga merawat ketika kita sehat apalagi saat sakit, dan banyak lagi hal lainnya yang mustahil dapat kita hitung dan kita balas seluruh pengorbanannya.

“Seandainya kita diberi kemampuan membayar setiap tetes ASI, tidak akan ada seorang pun yang dapat melunasi jasa Ibu seumur hidup kita”, Sabda Rosululloh SAW.

Untuk itu, Islam begitu mengistimewakan seorang Ibu, seperti yang banyak kita temui di dalam al-Quran, hadis, dan kisah-kisah teladan.

Berkenaan dengan hari ibu 2013, momen ini harus bisa kita jadikan momentum untuk merevitalisasi pemahaman kita terhadap peringatan Hari Ibu yang selama ini terasa terlalu dangkal makna dan sekedar rutinitas tahunan. Sudah saatnya peringatan hari ibu bukan lagi sekedar mencium pipi ibu, mengajak makan bersama, memeluk, memberi bunga atau membelikan pakaian baru.
Melihat bagaimana akhir-akhir ini pelecehan, penistaan dan penyiksaan terhadap kaum ibu atau perempuan yang semakin meningkat, peringatan hari ibu ini harus kita jadikan sebagai ruang penyadaran bagi kita semua bahwa perlakuan buruk terhadap kaum ibu dan perempuan adalah penghinaan terhadap eksistensi manusia, eksistensi kita semua.
Revitalisasi ini penting dan harus mulai kita kampanyekan, terutama kepada kaum laki-laki, karena ibu atau perempuan adalah muara asal usul manusia. Ibu atau perempuan secara kodrati ditakdirkan sebagai makhluk yang melahirkan generasi manusia, generasi penerus keluarga dan bangsa.
Rahim yang dimiliki oleh kaum ibu atau perempuan adalah “cetakan” manusia yang tidak ada duanya atau duplikasinya. Tidak ada satupun manusia di dunia, siapapun dia dan apapun pangkatnya, yang lahir tanpa melalui rahim seorang ibu. Oleh karena itu, sebagai tempat “dicetaknya” manusia, rahim tersebut harus mendapat perlindungan dan perlakuan yang baik sehingga terbebas dari segala bentuk penodaan.

Perlakuan buruk dan tidak manusiawi terhadap ibu atau perempuan bukan saja tindakan merusak tatanan hukum atau norma; lebih dari itu, tindakan tersebut menyebabkan siksaan psikis, siksaan fisik atau tekanan mental pada kaum perempuan yang selanjutnya mempengaruihi kualitas rahim mereka.
Akhir-akhir ini fenomena perlakuan buruk terhadap perempuan; mulai dari pelecehan, pemerkosaan, penyiksaan hingga pembunuhan menjadi berita sehari-hari. Ada ayah menghamili anak kandungnya, orang dewasa memperkosa gadis di bawah umur, pejabat mencabuli bawahannya, cowok menelantarkan pacarnya atau majikan memaksa pelayanan seks dari pembantunya.
Seorang ibu atau perempuan yang hamil akibat dari tindakan perkosaan jelas mengganggu bukan saja kesehatan psikis dan mentalnya tetapi juga perkembangan janin yang dikandungnya. Dengan kata lain, kemunculan generasi “sakit” yang kini merusak tatanan hukum, norma sosial, nilai-nilai dan peradaban manusia bisa jadi lahir dari seorang ibu yang mengalami gangguan psikis, fisik dan mental semasa ia mengandung. Artinya, tindakan atau perlakuan buruk terhadap kaum ibu atau perempuan juga mewariskan kepada anak yang dilahirkan penderitaan seumur hidup dan menciptakan generasi manusia yang “cacat moral dan mental”.
Bila kita amati, secara statistik, tindakan-tindakan “perusakan” terhadap kaum ibu atau perempuan dari tahun ke tahun terus meningkat tajam. Oleh karena itu, situasi ini harus menjadi alarm bagi kita semua untuk berinstropeksi, menyadari fenomena yang merusak tersebut dan mencari jalan keluar terhadap permasalahan ini. Layaknya sebuah berlian, seorang ibu atau perempuan harus kita jaga agar tidak tergores atau ternoda. Menyakiti ibu atau perempuan berarti menyakiti semua manusia.
Revitalisasi terhadap makna peringatan “Hari Ibu” diharapkan membawa kita kembali memahami esensi eksistensi seorang ibu atau perempuan; bahwa ia bukanlah sekedar sepenggal rusuk yang hilang, tetapi merupakan sumber kehidupan. Tujuan memperingati Hari Ibu sejatinya adalah untuk mengajak kita agar selalu menyadari betapa pentingnya posisi seorang ibu dalam kehidupan manusia.
Selamat Hari Ibu untuk Ibuku dan untuk semua kaum perempuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar