Hari ini adalah “Hari Ibu” yang
diperingati setiap tanggal 22 Desember. “Hari Ibu”; sebuah peringatan untuk
menunjukkan penghormatan paling tinggi kita kepada kaum ibu atau perempuan.
Karena demikian spesialnya kedudukan seorang ibu dibanding yang lain, maka
tidak kita temui hari Ayah. Ibu adalah poros utama dalam siklus kehidupan dan
peradaban manusia.
Hari Ibu
lahir dari sebuah Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22-25 Desember
1928 di Yogyakarta. Kongres tersebut diilhami dari perjuangan para pahlawan
perempuan Indonesia seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah,
R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo
Rasuna Said, dan lain-lain.
Sampai
akhirnya tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu baru pada 1938, saat
Kongres III. Pada awalnya, Hari Ibu digunakan sebagai ‘alat perjuangan’ dalam
upaya perbaikan kualitas kaum ibu sebagai tiang negara dan bangsa.
Dalam Islam,
tanpa mengenal hari tertentu, mewajibkan setiap anak selalu mengistimewakan
seorang Ibu. Mungkin kita tidak pernah menyadari, begitu banyak yang telah
dilakukan seorang Ibu. Ibu mengandung kita selama 9 bulan 10 hari, jihad
berjuang melawan rasa sakit ketika melahirkan, mengesampingkan waktu
istirahatnya untuk menyusui, juga merawat ketika kita sehat apalagi saat sakit,
dan banyak lagi hal lainnya yang mustahil dapat kita hitung dan kita balas
seluruh pengorbanannya.
“Seandainya
kita diberi kemampuan membayar setiap tetes ASI, tidak akan ada seorang pun
yang dapat melunasi jasa Ibu seumur hidup kita”, Sabda Rosululloh SAW.
Untuk itu,
Islam begitu mengistimewakan seorang Ibu, seperti yang banyak kita temui di
dalam al-Quran, hadis, dan kisah-kisah teladan.
Berkenaan dengan hari ibu 2013, momen ini harus
bisa kita jadikan momentum untuk merevitalisasi pemahaman kita
terhadap peringatan Hari Ibu yang selama ini terasa terlalu dangkal makna dan
sekedar rutinitas tahunan. Sudah saatnya peringatan hari ibu bukan lagi sekedar
mencium pipi ibu, mengajak makan bersama, memeluk, memberi bunga atau
membelikan pakaian baru.
Melihat bagaimana akhir-akhir ini pelecehan, penistaan
dan penyiksaan terhadap kaum ibu atau perempuan yang semakin meningkat,
peringatan hari ibu ini harus kita jadikan sebagai ruang penyadaran bagi kita
semua bahwa perlakuan buruk terhadap kaum ibu dan perempuan adalah penghinaan
terhadap eksistensi manusia, eksistensi kita semua.
Revitalisasi ini penting dan harus mulai kita
kampanyekan, terutama kepada kaum laki-laki, karena ibu atau perempuan adalah
muara asal usul manusia. Ibu atau perempuan secara kodrati ditakdirkan sebagai
makhluk yang melahirkan generasi manusia, generasi penerus keluarga dan bangsa.
Rahim yang dimiliki oleh kaum ibu atau perempuan
adalah “cetakan” manusia yang tidak ada duanya atau duplikasinya. Tidak ada
satupun manusia di dunia, siapapun dia dan apapun pangkatnya, yang lahir tanpa
melalui rahim seorang ibu. Oleh karena itu, sebagai tempat “dicetaknya”
manusia, rahim tersebut harus mendapat perlindungan dan perlakuan yang baik
sehingga terbebas dari segala bentuk penodaan.
Perlakuan buruk dan tidak manusiawi terhadap ibu
atau perempuan bukan saja tindakan merusak tatanan hukum atau norma; lebih dari
itu, tindakan tersebut menyebabkan siksaan psikis, siksaan fisik atau tekanan
mental pada kaum perempuan yang selanjutnya mempengaruihi kualitas rahim
mereka.
Akhir-akhir ini fenomena perlakuan buruk terhadap
perempuan; mulai dari pelecehan, pemerkosaan, penyiksaan hingga pembunuhan
menjadi berita sehari-hari. Ada ayah menghamili anak kandungnya, orang dewasa
memperkosa gadis di bawah umur, pejabat mencabuli bawahannya, cowok menelantarkan
pacarnya atau majikan memaksa pelayanan seks dari pembantunya.
Seorang ibu atau perempuan yang hamil akibat dari
tindakan perkosaan jelas mengganggu bukan saja kesehatan psikis dan mentalnya
tetapi juga perkembangan janin yang dikandungnya. Dengan kata lain, kemunculan
generasi “sakit” yang kini merusak tatanan hukum, norma sosial, nilai-nilai dan
peradaban manusia bisa jadi lahir dari seorang ibu yang mengalami gangguan
psikis, fisik dan mental semasa ia mengandung. Artinya, tindakan atau perlakuan
buruk terhadap kaum ibu atau perempuan juga mewariskan kepada anak yang
dilahirkan penderitaan seumur hidup dan menciptakan generasi manusia yang
“cacat moral dan mental”.
Bila kita amati, secara statistik,
tindakan-tindakan “perusakan” terhadap kaum ibu atau perempuan dari tahun ke
tahun terus meningkat tajam. Oleh karena itu, situasi ini harus menjadi alarm
bagi kita semua untuk berinstropeksi, menyadari fenomena yang merusak tersebut
dan mencari jalan keluar terhadap permasalahan ini. Layaknya sebuah berlian,
seorang ibu atau perempuan harus kita jaga agar tidak tergores atau ternoda.
Menyakiti ibu atau perempuan berarti menyakiti semua manusia.
Revitalisasi terhadap makna peringatan “Hari Ibu”
diharapkan membawa kita kembali memahami esensi eksistensi seorang ibu atau
perempuan; bahwa ia bukanlah sekedar sepenggal rusuk yang hilang, tetapi
merupakan sumber kehidupan. Tujuan memperingati Hari Ibu sejatinya adalah untuk
mengajak kita agar selalu menyadari betapa pentingnya posisi seorang ibu dalam
kehidupan manusia.
Selamat Hari Ibu untuk Ibuku dan untuk semua kaum perempuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar